Orang Muda Katolik (OMK) Santo Yohanes Pemandi Lengko Elar (Foto: Facebook Fill Wulengsa) |
Tujuan: (1) Menyegarkan kembali ingatan kaum muda akan arti OMK; (2) Meninjau kegiatan-kegiatan yang semestinya dijalankan OMK; (3) Mengevaluasi sejauh mana keterlibatan OMK dalam kehidupan menggereja selama ini; (4) menggarisbawahi spiritualitas penyerahan diri dan pelayanan dalam diri OMK.
SIAPA
KITA? : Kita, sering menyebut diri – atau disebut orang –
sebagai OMK, Orang Muda Katolik. Orang, artinya
kita adalah manusia, makhluk hidup, bukan orang-orangan, bukan kaleng-kaleng
(palsu). Kita punya kepribadian, jati diri. Muda, tanpa (h). Artinya, kita bukan orang “mudah”, gampang,
gampangan. Mudah terombang ambing, tidak punya jati diri. Katolik, artinya umum, universal.
OMK:
(1)
Komunitas yang menjadi wadah kreativitas,
pengembangan, pendampingan dan pengkaderan generasi muda di lingkungan stasi
atau paroki Gereja Katolik. (2) OMK adalah pribadi-pribadi
yang menjadi harapan dan masa depan Gereja-negara. Mereka adalah penentu
sekaligus pembaru Gereja dan masyarakat di masa depan.
PERKEMBANGAN
OMK:
Sebelum istilah OMK digunakan, Gereja Katolik mengenal yang namanya Seksi
Muda-Mudi atau Seksi Kepemudaan Paroki. Tahun 1974, nama ini diganti menjadi
Muda-Mudi Katolik (Mudika). Tahun 2004 diganti lagi menjadi Orang Muda Katolik
(OMK).
KEANGGOTAAN
OMK: Setiap kaum muda Katolik yang tinggal di wilayah tertentu
dan berusia dari 13-35 tahun. Kelompok usia OMK: Remaja (13-15 tahun), Taruna
(16-19 tahun), Madya (20-24
tahun), Karya (25-35 tahun).
KEGIATAN:
(1)
pelayanan altar/kor/liturgi, (2) pelayanan sekolah minggu, (3) pelatihan, (4) pengembangan minat dan bakat, (5) rekoleksi,
(6) bakti sosial, (7) kompetisi/perlombaan, (8) pertemuan antar-OMK, (9) doa
dan ziarah, dll.
BAGAIMANAKAH
KITA? : (1) Hal
Menggembirakan: Kita sadar akan status diri kita sebagai OMK. Kita –-
sekurang-kurangnya beberapa dari antara kita – berusaha untuk terus
menghidupkan komunitas ini. Ada beberapa kegiatan yang sudah dan sedang kita
jalankan, yang tujuannya untuk “menyambung nyawa” komunitas OMK. (2) Hal yang Perlu Diperjuangkan: Partisipasi
aktif dan riil/nyata dalam komunitas OMK. Partisipasi itu mestinya menyeluruh,
di segala bidang kehidupan menggereja. Partisipasi itu hendaknya lahir dari
kesadaran diri sendiri, bukan karena paksaan pihak lain. Banyak kali, seorang anggota OMK hanya merasa diri sebagai OMK kalau
ada kegiatan olahraga atau kunjungan ke tempat tertentu. Kalau diminta untuk
latihan kor atau bantu kerja di paroki dia akan “buat diri” seolah bukan OMK.
KESIMPULAN:
Inti dari eksistensi OMK adalah penyerahan
diri dan pelayanan. Menanggalkan
seluruh kepentingan pribadi dan menyerahkan diri kepada Tuhan untuk melayani
DIA dan sesama. Mampukah kita?
Komentar
Posting Komentar