“Berikanlah kepada kaisar
apa yang menjadi hak kaisar, dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah”
(Sir 10:1-8, 1Ptr 2:13-17, Mat 22:15-21)
Bapa/Ibu,
Saudara/I, umat beriman yang dikasihi dan dimerdekakan Yesus ...
Ketika merayakan syukur atas
HUT Kemerdekaan Indonesia pagi ini, hormat dan cinta tulus pertama-tama patut kita
arahkan kepada para pahlawan bangsa, yang tersebar dari Sabang – Kota Seribu
Benteng sampai Merauke – Kota Rusa. Mereka
rela mati demi ibu pertiwi: sampai tumpah darahnya, sampai tercabik
dagingnya, sampai patah tulang-tulangnya. Ode dan aubade yang indah hendaknya tiada
henti-henti kita daras dan lantunkan bagi keharuman nama mereka.
Hormat dan cinta tulus yang
sama, patut diarahkan pula kepada semua penyelenggara pemerintahan di Indonesia
saat ini: baik pada jajaran yudikatif, legislatif, maupun dan terutama
eksekutif. Dari tingkat pusat sampai tingkat kecamatan, dari Jakarta hingga Mauponggo. Bila pahlawan zaman dulu rela wafat demi Indonesia, Bp/Ibu, Sdra/I,
adalah pahlawan masa kini, yang rela hidup untuk Indonesia, rela hidup
untuk Mauponggo. Dan kita tahu, pada zaman yang semakin individualis ini, rela
hidup bagi Indonesia sama susahnya dengan rela mati untuk Indonesia.
Akan tetapi, sebagai sebuah
bangsa yang terus bergerak, seiring kebutuhan yang terus datang, kita akan terus
menemukan kekurangan dalam kehidupan kita, berbangsa dan bernegara. Kesadaran
ini pula yang menginspirasi Presiden kita Bpk. Ir. H. Joko Widodo, bahwa kita
jangan dulu berpuas diri, melainkan terus bekerja, terus membangun. Membangun
jiwa, membangun raga, membangun infrastruktur. Sesuai tema perayaan kita hari
ini: "Kerja Kita, Prestasi Bangsa", tugas kita bersama adalah bekerja
semakin giat lagi, sesuai bidang kita masing2.
Bacaan pertama hari ini
memberi inspirasi tentang siapa dan bagaimana pemerintah (KS: penguasa) seharusnya
bekerja. pemerintah adalah orang-orang yang dipilih Tuhan tepat pada waktunya. Tugas
mereka ialah (1) menjamin ketertiban, (2) memerintah dengan aman sentosa, (3) menjalankan
pemerintahan dalam semangat cinta kasih, (4) bukan pemerintah yang saling benci
karena persaingan politik dan nafsu rebutan jabatan, (5) bukan pemerintah yang arogan dan sewenang-wenang, (6) bukan pemerintah yang memelihara ketidakadilan.
Sementara itu, Bacaan II
mengajak seluruh rakyat untuk taat kepada kepala negara, representasi
pemerintah. Rakyat hendaknya berlaku sebagai orang merdeka, tetapi jangan
menggunakan kemerdekaan itu sebagai kedok kejahatan. Kebebasan yang
diperoleh melalui kemerdekaan mesti dijalankan dengan penuh tanggung jawab,
kebebasan yang punya harga diri, kebebasan yang punya martabat. Bukan asal protes,
asal teriak, tanpa pernah mengindahkan hukum dan pemerintah.
Teladan warga negara yang baik
ini ditunjukkan Yesus dalam Bacaan Injil hari ini. Yesus sangat getol
memperjuangkan martabat kaum kecil; Ia tak sungkan-sungkan mengkritisi pemimpin-pemimpin yang
berlaku sewenang-wenang. Namun Yesus tahu menempatkan diri, Ia sadar akan hak
dan kewajiban-Nya sebagai warga negara. Ia sendiri mengatakan: “Berikanlah
kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar dan kepada Allah apa yang menjadi hak
Allah”. Lihatlah, betapa Anak Allah itu menaruh hormat kepada pemerintahan
dunia ini. Maka sebagai pengikut Yesus, kita juga mesti taat kepada pemerintah.
Bagi kita orang Katolik Indonesia,
sabda Yesus dalam Injil hari ini telah dijabarkan oleh Mgr. Soegijapranata. Ia
menegaskan, kita mesti 100% Katolik dan
100% Indonesia. Kekatolikan kita hendaknya tidak membatalkan ke-Indonesiaan
kita. Demikian pun sebaliknya, ke-Indonesiaan kita tidak boleh membatalkan ke-Katolikan
kita. Ke-Katolikan dan ke-Indonesiaan harus seiring dan sejalan, saling dukung
dan meneguhkan. Menjadikan kita pribadi yang utuh.
Dalam konteks bernegara,
kita menjadi garam dan terang, garam cinta dan terang kasih, yang memberi rasa,
memberi cahaya bagi sesama di sekitar kita. Dalam konteks Katolik, kita
menunjukkan karakter diri kita sebagai seorang pancasilais sejati. Seorang umat
yang taat kepada Tuhan, umat yang adil dan punya adab, umat yang giat menjaga
persatuan, umat yang mendahulukan musyawarah dan kerja sama, dan umat yang solider
serta rela berbagi dengan sesama.
Perpaduan antara 100%
Katolik dan 100% Indonesia ini hendaknya mendorong kita untuk menjalankan apa
yang menjadi penekanan khusus perayaan HUT Proklamasi 2018 ini yakni energi dan
kerja. Bahwa energi dalam diri kita mesti tersalurkan dalam kerja membangun
bangsa; bukan kerja yang membinasakan bangsa. Kerja yang mendukung kemajuan
bersama, bukan kerja yang menghambat sesama.
Bagi kita orang Katolik,
sumber energi kita adalah Roh Kudus dari Bapa dan Putera-Nya Yesus. Hendaknya
Roh Kudus itu menginspirasi kita: bagaimana menjadi pemerintah yang baik, adil
dan tahu bekerja; bagaimana menjadi rakyat yang taat dan tahu bekerja.
Semoga.
BANGKIT
By. Dedi Mizwar
Bangkit itu SUSAH...
Susah melihat orang
lain susah
Senang melihat orang
lain senang.
Bangkit itu TAKUT...
Takut korupsi
Takut makan yang
bukan haknya.
Bangkit itu
MENCURI...
Mencuri perhatian
dunia dengan prestasi.
Bangkit itu MARAH...
Marah bila martabat
bangsa dilecehkan.
Bangkit itu MALU...
Malu jadi benalu
Malu karena minta
melulu.
Bangkit itu TIDAK
ADA...
Tidak ada kata
menyerah
Tidak ada kata putus
asa.
Bangkit itu AKU...
Untuk INDONESIA-ku.
*) Renungan ini dibawakan pada Misa 17 Agustus 2018 di Gereja Paroki St. Mikhael Maukeli, Kecamatan Mauponggo, Kabupaten Nagekeo.
Komentar
Posting Komentar