Langsung ke konten utama

Renungan Pesta Santu Yoakhim dan Santa Anna*

 


Orang bilang, surga ada di telapak kaki mama. Maka mama, sesungguhnya adalah perempuan yang membawa surga di telapak kakinya. Dan ketika saya berdiri di antara mama2 sekalian, bumi yang saya pijaki serasa bagaikan tanah surga. Ada damai, ada cinta kasih.

 

(Sir 44:1, 10-15; Matius 13:16-17)

 

 

Bapa, Ibu, Saudara/I, Mama2 St. Ana yang terkasih ...

Kitab Suci memberikan tempat istimewa kepada perempuan. Kemarin, ketika kita merayakan Pesta St. Yakobus – rasul – kita mendengar warta Injil tentang ibunda Yakobus dan Yohanes. Ia datang kepada Yesus dan meminta agar kedua anaknya diberi tempat istimewa dalam Kerajaan Allah kelak. Meski Yesus mengoreksi permohonan itu, Ibunda Yakobus telah melaksanakan apa yang seharusnya dilakukan oleh semua ibu. Ibu selalu mencari jaminan masa depan yang baik bagi anak-anaknya.

 

Dua hari lagi, kita akan memperingati St. Marta, Perempuan Betania, saudara Maria dan Lazarus. Marta adalah sosok perempuan yang penuh semangat melayani Yesus. Dia pulalah yang dengan penuh iman memohon kepada Yesus agar Lazarus, saudara yang dikasihinya, dibangkitkan dari kematian.

 

Khusus pada hari ini, seperti tiap 26 Juli sepanjang tahun, kita mengenang St. Yoakhim dan St. Ana, Pasutri kudus, orang tua Maria, Bunda Yesus. Keduanya punya jasa besar dalam sejarah keselamatan umat manusia. Karena didikan merekalah, Maria, sungguh-sungguh siap menjadi Ibunda Yesus, Putra Tunggal Allah.

 

(Dan) oleh karena peristiwa inilah, kita, anggota Serikat St. Ana Paroki Maukeli dan Paroki Dhoki, berkumpul bersama di tempat ini. Meninggalkan segala pekerjaan dan rutinitas harian kita untuk menimba rahmat Allah melalui teladan hidup St. Yoakhim dan St. Ana. Kepada kalianlah, mama-mama yang terkasih, penginjil Matius hari ini menulis: “Berbahagialah kamu sebab matamu telah melihat dan telingamu telah mendengar”.

 

Kehadiranmu selama 2 hari di tempat ini menjadi tanda, bahwa mama-mama mampu melihat dan mampu mendengarkan suara Tuhan.

 

Ketika penduduk dunia mengalami krisis iman, mama-mama tetap teguh beriman pada Allah. Ketika penduduk dunia lebih sibuk bekerja mencari nafkah dan menganggap Tuhan tak lagi penting, mama-mama telah menunjukkan bahwa persekutuan dengan Allah harus menjadi dasar segala karya manusia. Ketika dunia tak lagi berdoa, mama-mama semakin tekun dan pasrah kepada Allah. Terpujilah dikau wahai mama-mama St. Ana.

 

Menyinggung tentang dunia, hati dan pikiran saya menjadi begitu sedih dan prihatin. Sebab dunia yang kita diami saat ini adalah dunia yang piatu, dunia tanpa mama. Mama-mama memang masih ada, banyak, tetapi dunia telah kehilangan sifat-sifat seorang mama.

 

Dunia tak lagi menawarkan kasih sayang, tak lagi menawarkan kelembutan; yang ada hanya perhitungan untung rugi: untungnya untuk saya, ruginya untuk orang lain. Segala kelembutan lenyap, yang tersisa hanya kekerasan, caci maki, permusuhan.

 

Dunia tak lagi ramah, tak lagi luwes dan riang gembira. Kehidupan harian penuh ketegangan, penuh ketakutan, penuh kecurigaan dan iri hati. Sesama menjadi musuh yang mesti diwaspadai, yang mesti terus diawasi. Kemana-mana harus membawa parang, bukan untuk menyiangi rumput di ladang, tetapi untuk berjaga-jaga jangan sampai lawan menghadang di jalan.

 

Dunia tak lagi menjadi rumah bersama, masing-masing orang berjuang membangun benteng dan istananya sendiri-sendiri. Saling sikut, saling sikat, saling serang, saling membinasakan.

 

Pandanglah dunia sekelilingmu, mama. Bom meledak di mana-mana pada rumah-rumah ibadah, hanya karena beda agama; peluru tajam mengakhiri nyawa, hanya karena beda pilihan politik; bayi-bayi cantik dibuang ke tempat sampah, karena ayah bunda belum siap menikah di usia muda; parang-parang melayang menebas kepala hanya demi merebut sejengkal tanah; rumah tangga menjadi berantakan karena suami, istri dan anak-anak telah lupa bagaimana cara menghargai sesama; lupa bagaimana caranya mencintai.

 

Singkatnya: Dunia lebih akrab dengan kekerasan, persaingan kasar dan permusuhan.

 

Kini tugasmu, mama-mama, keluarlah dari senakel doamu. Seimbangkanlah doa dengan aksi sosial yang nyata di tengah masyarakat. Kunjungilah orang-orang sakit, perhatikanlah yatim piatu, tolonglah kaum difabel, kunjunglah orang-orang jompo, berbagilah dengan yang berkekurangan.

 

Menyebarlah ke seluruh penjuru dunia ini, taburkanlah benih-benih cinta. Kepada suami dan putra-putrimu, kepada tetangga dan sesama warga di kampungmu. Biarkan dunia ini tetap berayah, tetap beribu; bukan yatim, bukan piatu.

Rahim, tempat dulu anak-anakmu pernah berdiam, sembilan bulan lamanya, mungkin telah tertutup. Ragamu telah rapuh, rambutmu telah memutih, kulitmu keriput, tulang-tulangmu telah keropos. Engkau tak bakal mengandung dan melahirkan anak-anak lagi.

 

Namun, rahim hatimu hendaknya tetap subur untuk mengandung dan melahirkan cinta kasih. Cinta kasih yang kau mulai dari doa dalam bilik-bilik sunyi, dalam kelambu, dalam kelompok-kelompok. Cinta kasih yang kemudian terungkap lewat kata, lewat nasihat-nasihat bijak, dan menyata lewat perbuatan-perbuatan baik.

 

Karena itu, mama-mama yang terkasih, setelah perayaan hari ini, pulanglah dengan membawa pesan cinta kasih, bagi para bapak, suamimu, bagi putra dan putrimu. Janganlah jemu2 mendoakan mereka, mendoakan dunia. Bila api amarah mulai bernyala, padamkanlah  dengan sejuk cintamu. Bila badai permusuhan mulai bergejolak, damaikanlah dengan doa-doamu yang sakti. Bila bahaya kekerasan mulai mengancam, berdirilah pada tempat terdepan, genggamlah erat tangan mama-mama di sisimu.

 

Biarkan cinta dan kelembutanmu mama, membentengi dunia dari kekerasan dan ketidakadilan. Biarlah cinta kasihmu melindungi kami anak dan cucumu.

 

Sehingga kelak, mama, kami bakal mengenal dan mengenang engkau sebagai muara segala kelembutan. Kami akan mengingatmu sebagai mama yang melahirkan damai, bagi Gereja dan nusa bangsa.

 

Amin.


*) Renungan ini dibawakan pada Misa 26 Juli 2018, Pesta St. Yoakhim dan St. Anna di Gereja Paroki St. Mikhael Maukeli, Keuskupan Agung Ende.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Di Rumah Bapa-Ku Banyak Tempat Tinggal” [Renungan Ibadat Kematian]

Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. (Yohanes 14:1-2a) Keluarga yang berduka, Bapak/Ibu/Sdr/I yang terkasih dalam Yesus ... Air mata akan selalu membasahi pipi, ketika kita mengenang almarhum Bpk. Silvanus Meng Ada. Tak ada yang sanggup membendung duka, tiada yang sanggup menahan derita. Namun air mata kita, hendaknya dimaknai sebagai duka atas kepergian, bukan duka atas kehilangan. Meninggalnya bapak hanyalah tanda kepergian, dan kita akan menyusulnya kelak. Bapak telah meninggalkan kita, meninggalkan rumah ini. Namun di masa mendatang, kita akan bersama-sama bapak lagi, di Rumah Bapa Allah. Bagi kita yang masih hidup, rumah pertama-tama dimaknai sebagai bangunan, tempat kita berdiam. Ada rumah beratap senk, rumah beratap genteng, rumah beratap bambu, rumah beratap alang-alang, rumah beratap rumbia. Ada rumah berdiding tembok, rumah berdinding papan, rumah berdinding pelupuh. Ada...

Materi Rekoleksi Orang Muda Katolik (OMK) - Renungan II

OMK Paroki St. Yohanes Pemandi Lengko Elar  (Foto: Facebook Fill Wulengsa) Tema: Meneladani Maria – Memberi Diri dan Melayani Tujuan : (1) Mendalami teks Lukas 1:26-38; (2) Menemukan keutamaan-keutamaan dalam diri Perawan Maria; (3) Menerapkan teladan Maria dalam kehidupan sehari-hari. Inspirasi : Pesan Paus Fransiskus untuk Hari Anak Muda Sedunia XXXIV, Panama, Januari 2019 dan Injil Lukas 1:26-38. PENGHUBUNG: Ada sebuah kesamaan yang menghubungkan Maria (saat ia mendapat kabar gembira) dengan kaum muda yaitu sama-sama orang muda. Ketika pertama kali mendapat panggilan Allah, Maria diperkirakan masih berusia 16 tahun. Dalam OMK, Maria tergolong kelompok taruna. JAWABAN MARIA: Saat mendapat kabar dari malaikat Gabriel, Maria dengan yakin menjawab: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba TUHAN; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” ( ay. 38). Jawaban Maria adalah sebuah “YA” yang berani dan murah hati. Sebuah jawaban YA dari seseorang anak muda yang telah memahami ra...

Susunan Ibadat Tanpa Imam Untuk Hari Minggu Palma (A/1)

A.       PEMBUKAAN DAN PERARAKAN 1.         Nyanyian Pembuka (Untuk membuka ibadat, mempersatukan umat, menyambut tema ibadat,   mengiring masuknya petugas liturgy. Hendaknya dinyayikan bersama). 2.         Tanda Salib Pemandu/Pengantar (P) dari tempat duduknya menandai diri dengan tanda salib; demikian juga umat, sambil berkata: P : Dalam Nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. U : Amin. 3.         Salam Pembuka Pemandu/Pengantar (P) mengucapkan salam berikut dengan tangan tertutup: P :   Semoga rahmat Tuhan kita Yesus Kristus, cinta kasih Allah dan persekutuan Roh Kudus selalu bersamamu . U : Dan bersama rohmu. 4.         Kata Pembuka/Tema/Pengantar P :    Saudara-saudari terkas...