Para penenun Maumere sedang menjalankan aktivitas menenun. Kreativitas seperti ini merupakan kekayaan yang bisa menunjang kehidupan Gereja dan Negara. (Foto Google) |
Paroki St. Yosef Pekerja Wairpelit secara
administratif berada dalam wilayah pemerintahan Desa Takaplager. Semua
kepentingan Paroki Wairpelit yang berkaitan dengan administrasi kepemerintahan
pun mesti diurus di desa ini. Lantas sejauh mana relasi yang terjalin
antara Paroki Wairpelit dengan Desa Takaplager? Perbincangan saya bersama
Kepala Desa Takaplager Albertus Juang pada Senin (17/4/2017) malam, memberikan
banyak jawaban.
“Menurut penilaian saya, relasi yang terjalin
selama ini sudah bagus,” kata Albertus. “Kepala Desa bersama seluruh aparatur
desa dan Pastor Paroki bersama seluruh dewan bersikap positif dalam
membangun kerja sama,” sambung Kepala Desa yang
membawahi Dusun Guru, Dusun Wairpelit dan Dusun Poma ini.
Relasi positif yang dikatakan Albertus ini
pertama-tama ditandai oleh kesediaan kedua belah pihak untuk saling terbuka
satu sama lain. “Boleh jadi keterbukaan ini didasarkan pada fakta bahwa subjek
pemberdayaan pemerintah dan paroki sama yaitu masyarakat,” tandasnya. Menurut dia, sikap saling terbuka akan
membuka peluang kepada terjalinnya kerja sama demi memajukan taraf hidup
umat dan/atau masyarakat.
Selain sikap saling terbuka, lanjut Albertus,
relasi yang terjalin bagus ini tercipta juga berkat sikap saling percaya dan
saling menghargai antara kedua pihak. Pemerintah desa bekerja sesuai porsinya
sendiri dan menyediakan ruang bagi karya pastoral paroki. Demikian pun
sebaliknya, paroki senantiasa memberi ruang kepada pemerintah untuk
memberdayakan masyarakat yang adalah warga paroki.
“Dalam konteks ini, teknik pendekatan dan
model komunikasi memegang peran yang sangat penting. Saya merasa, pastor paroki
dan dewan sebagai pemangku kebijakan di Paroki Wairpelit sudah menjalankan hal
ini dengan baik. Mereka senantiasa mengambil inisiatif untuk mengadakan
pendekatan dan menjalin komunikasi yang baik dengan pemerintah desa,” kata
Albertus.
Menurut penuturan Albertus, relasi yang
terjalin baik ini mengarah kepada sikap tolong-menolong antara kedua pihak.
Tolong-menolong ini kemudian diartikannya secara sederhana sebagai kerelaan
untuk memberi dan kerendahan hati untuk menerima. “Dan sejauh pengalaman
saya, pemberian dan penerimaan tersebut berkaitan dengan dua hal utama yakni
moril dan materiil,” katanya.
Pemberiaan dalam bidang moril, kata dia,
lebih berkaitan dengan dukungan serta motivasi yang diberikan satu terhadap
yang lain. Dalam hal pemberdayaan masyarakat desa, misalnya, dukungan paroki
sangat besar artinya. Apalagi, sambung Albertus, “suara pastor paroki
cenderung lebih diterima daripada suara sesama masyarakat awam. Nah, kalau ada
program pemerintah desa dan pihak paroki mendukung, program itu akan lebih
mudah terwujud,” katanya.
Pada posisi sebaliknya, bila ada program yang
dicanangkan paroki, pihak desa selalu dimintai pertimbangannya. “Sebab yang
tahu baik kondisi masyarakat Takaplager adalah pemerintah desa,” kata
Albertus. “Dan sejauh ini, pertimbangan yang diajukan pihak desa
senantiasa mendapat respons positif dari pastor paroki bersama dewannya,”
tandasnya.
Inti relasi pada bidang moril ini menurut
Albertus adalah keterbukaan masing-masing pihak untuk membuat pertimbangan bersama.
Sebab menurut dia, apa yang menjadi cita-cita paroki pada dasarnya sama dengan
apa yang dicita-citakan desa yakni berjuang memuliakan harkat dan martabat
manusia. Perjuangan ini ditandai oleh terciptanya keadilan, perdamaian dan
kesejahteraan umum.
Sementara itu, dukungan dalam bidang
materiil, cenderung mengarah ke satu arah yakni dari pemerintah desa kepada
paroki. Albertus paham, bahwa dalam banyak hal, Paroki Wairpelit sedang berada
pada tahap pembangunan. “Lagipula, negara bertanggung jawab menjamin hidup
keagamaan bagi setiap warganya. Sumbangan demi sumbangan yang kami
berikan kepada paroki merupakan perwujudan dari rasa tanggung jawab tersebut,”
katanya.
Albertus kemudian menyampaikan bahwa pihaknya
telah mengalokasikan sejumlah anggaran rutin bagi Paroki Wairpelit. Ketetapan
mengenai anggaran tersebut dilakukan berdasarkan hasil musyawarah antara kepala
desa dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Pihak Desa Takaplager pun tidak menutup mata
terhadap proses pembangunan gedung gereja Wairpelit yang tengah berjalan.
Sampai dengan saat ini, pihak desa sudah menyumbang dana sejumlah 15 juta
rupiah. “Kemudian pada
tahun 2017 ini, kami sudah mengalokasikan tambahan dana sejumlah 20 juta
rupiah. Tambahan dana ini disalurkan melalui bagian yang kami sebut
pemberdayaan pada bidang keagamaan,” katanya.
Meskipun menyadari besarnya jasa Desa
Takaplager dalam kehidupan Paroki Wairpelit, Albertus tetap rendah hati mengakuinya
sebagai bagian dari panggilan hidup seluruh masyarakat Desa Takaplager. Menurut
dia, perlu ada keseimbangan antara identitas diri sebagai warga negara dan
sebagai umat Allah dalam Gereja.
Albertus bersama seluruh jajaran
pemerintahannya menolak untuk dipuji. Sebab menurut dia, dana-dana yang
tersedia ini merupakan milik negara, milik seluruh warga masyarakat. Dirinya
bersama BPD hanya bertugas mengelola dan menyalurkannya kepada pihak yang
membutuhkan.
“Lagi pula sudah menjadi panggilan hidup kami
untuk terus menjalin relasi dan menyumbang sesuatu bagi kemajuan Paroki
Wairpelit. Keterlibatan ini juga menjadi kesempatan bagi kami untuk bertarung
melawan egoisme lembaga kami. Sebab jangan sampai kami mati-matian
memperjuangkan kepentingan lembaga kami sendiri dan mengabaikan kebutuhan
lembaga lain yang ternyata juga berjuang bagi kesejahteraan hidup bersama,”
tegasnya.
Partisipasi dan Kemandirian Umat
Albertus menilai, tingkat partisipasi dan
kemandirian umat Paroki Wairpelit selama beberapa tahun terakhir ini sudah
semakin baik. Partisipasi dan kemandirian tersebut bukan saja pada bidang
rohani melainkan juga bidang ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, politik, dan
lain-lain. Perubahan ini pun menjadi gambaran bagi dia bahwa pola pikir dan
pemaknaan umat Paroki Wairpelit tentang Gereja sudah semakin maju.
Perubahan yang paling nyata, menurut
pengamatan Albertus, terletak pada bidang ekonomi. Umat Paroki Wairpelit yang
dulu enggan membayar derma, kini semakin tergerak hatinya untuk memberi bagi
Gereja. Selain itu, proses pembangunan gedung gereja paroki yang sebagian besar
pendanaannya mengandalkan swadaya umat juga berjalan sebagaimana direncanakan.
“Pada dasarnya umat paroki ini memiliki
mental yang baik. Mereka akan terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan paroki
bila ada pendekatan yang baik bagi mereka. Selain itu, mereka juga tipikal
masyarakat pekerja, tidak suka diskusi panjang lebar. Kalau mau kerja ya
kerja,” katanya.
Oleh karena itu, sambung Ambrosius, pastor
paroki dan dewannya perlu membuat pendekatan yang baik kepada umat.
Program-program yang dicanangkan perlu disosialisasikan terlebih dahulu agar
umat tidak mengambil kesimpulan keliru.
Selain itu, pihak paroki juga perlu bersikap
terbuka dalam membuat laporan keuangan. Penerimaan dan pengeluaran sekecil
apapun perlu dipertanggungjawabkan kepada seluruh umat.
“Saya yakin, semua umat paroki ini
menginginkan perubahan. Mereka juga bersedia melakukan apa saja demi kemajuan
tersebut. Hal yang paling penting saat ini adalah bagaimana pastor paroki, dewan
dan seluruh pengurus lingkungan serta KUB mampu menjalin kedekatan dengan
seluruh umat,” ungkap Albertus sambil mengapresiasi langkah pastor paroki dan
dewan yang akhir-akhir ini setia mengunjungi umat di setiap lingkungan.
Harapan
Pada akhir pertemuan kami malam itu, Albertus
mewakili seluruh warga masyarakat di desanya menyampaikan ucapan selamat
berbahagia atas usia emas Paroki Wairpelit. Tetap eksis hingga usia 50 tahun,
kata dia, merupakan rahmat istimewa yang patut untuk disyukuri.
Albertus juga berharap agar kesempatan
bersejarah ini bisa digunakan untuk mengevaluasi berbagai macam hal yang sudah
terjadi selama tahun-tahun yang telah lewat. Evaluasi tersebut tentu saja
berguna untuk merancang kegiatan pada masa-masa yang akan datang.
“Semangat pembangunan pada masa-masa
mendatang perlu lebih digalakkan lagi,” kata Albertus. “Pembangunan tersebut
bukan saja bersifat rohani, tetapi juga pembangunan fisik,” sambungnya. Sebab
menurut Albertus, iman perlu diekspresikan melalui tindakan nyata. Jika tidak,
iman tersebut merupakan iman yang mati. [Yovan Rante, SVD]
Komentar
Posting Komentar