Selepas 50 tahun berlalu, ibunda Wairpelit telah
menorehkan berjuta kenangan. Insan-insan yang mendiami rahimnya secara abadi,
pun mereka yang mampir sebentar lalu pergi lagi, punya aneka cerita tentang
kenangan-kenangan itu. Berakar pada kenangan itulah, mereka mengungkapkan aneka
harapan demi pembenahan hidup sang ibunda pada masa mendatang.
Satu dari sekian banyak orang yang punya kenangan
tentang Wairpelit adalah Wakil Bupati Sikka, Paolus Nong Susar. Politisi yang dikenal
cerdas dan ramah ini berkenan saya temui di kediamannya yang asri pada Sabtu
(8/4/2017) petang. Wairpelit, menurutnya, adalah Betlehem van Maumere – Betlehemnya Keuskupan Maumere. Sebuah paroki
luar kota yang dulu dianggap kecil dan tak berarti, tetapi kini mampu
melahirkan aneka inspirasi.
Tentang kenangan, Nong Susar memulainya pada 1985
ketika ia menjalani masa pendidikan di STFK Ledalero. Menyandang status sebagai
mahasiswa ekstern (sebutan bagi mahasiswa non calon imam), dia tinggal bersama
tantenya, Ny. Elizabeth Pu’ang di bilangan gereja paroki. “Jumlah umat kala itu
belum sebanyak sekarang ini. Paroki Wairpelit hanya terdiri atas beberapa wilayah
saja,” kenangnya.
Selain menjalankan tugas sebagai mahasiswa, Nong
Susar dan kawan-kawannya juga aktif sebagai anggota Orang Muda Katolik (OMK)
Paroki Wairpelit. Beberapa kegiatan yang rutin diadakan ialah mementaskan
drama, mempertandingkan aneka cabang olahraga, menanggung kor dan mengajar pada
sekolah-sekolah yang membutuhkan tambahan tenaga guru.
Salah satu kesan menarik yang diungkapkan Nong
Susar adalah tentang bagaimana mahasiswa ekstern betul-betul dilibatkan pada
hampir semua kegiatan paroki. Bersama anggota OMK lainnya mereka menjadi
penggerak utama dalam menyukseskan pelbagai program kerja paroki. “Keterlibatan
ini tentu saja bermanfaat bagi kami. Ilmu-ilmu yang kami dapatkan di STFK
Ledalero bisa kami praktikkan di tengah komunitas umat Wairpelit,” ujarnya.
Keterlibatan aktif OMK tentu tak lepas dari
keterbukaan dan dukungan para pastor yang menjadi kepala paroki zaman itu. Nong
Susar megenang dua nama yakni Pater Paul Ngganggung SVD dan Pater Alex Ganggu
SVD. “Unik juga karena para pastor kepala paroki ini tinggal di Komunitas
Ledalero, bukan di pastoran Paroki Wairpelit,” kata Nong Susar. “Namun hati
mereka selalu ada untuk OMK dan umat,” lanjutnya.
Keikutsertaan sebagai OMK dan menjalani hidup
bersama umat Wairpelit membawa pengaruh tersendiri bagi arah hidup dan pilihan
karier Nong Susar. Perjumpaannya yang intens dengan realitas keserbaterbatasan
hidup umat meneguhkan komitmennya untuk memberi diri seutuhnya bagi karya
pelayanan.
“Kesadaran dan tangggung jawab politik saya lahir
di tengah umat Paroki Wairpelit. Pengalaman ketersentuhan dengan penderitaan
dan keterbatasan hidup para petani, peternak, petenun, penjual ikan, buruh dan lain-lain
menggugah kesadaran saya bahwa mereka butuh bantuan. Menjadi politisi,
memperjuangkan nasib kaum kecil dan terpinggirkan, menjadi pilihan tak
terelakkan dalam perjalanan hidup saya selanjutnya,” katanya.
Pengalaman inilah yang membuat Nong Susar semakin yakin
bahwa Paroki Wairpelit memang adalah tempat lahirnya berjuta inspirasi.
Inspirasi-inspirasi tersebut muncul begitu sajadari keseharian hidup umat
Wairpelit. Namun yang pasti, dampaknya mampu menggugah dan mengubah haluan hidup
banyak orang.
Perkembangan Umat
Sebagai pejabat pemerintah yang pernah menetap di
Paroki Wairpelit, Nong Susar mengikuti dengan baik setiap perkembangan yang ada
di paroki ini. Menurut dia, Paroki Wairpelit sungguh-sungguh menampakkan
wajah Gereja yang sedang berziarah menuju Rumah Bapa. Ia dinamis, senantiasa
beralih dari waktu ke waktu, hingga kini menapaki usia 50 tahun.
Nong Susar mengisahkan, proses terbentuknya Paroki
Wairpelit agak berbeda dengan paroki-paroki pada umumnya. Demikian pula dengan
perjalanan sejarahnya dari tahun ke tahun. “Saya kira, paroki ini lahir atas
jasa para pastor di Seminari Tinggi Ledalero. Mereka iba melihat umat Wairpelit
harus berjalan kaki menuju Nita untuk mengikuti perayaan ekaristi,”katanya.
Dan seperti kita tahu, sejak 1 Mei 1967 Wairpelit
terdaftar secara resmi sebagai sebuah paroki. “Belum ada tempat ibadat pada
waktu itu. Umat menggunakan Kapel Agung milik Seminari Tinggi Ledalero. Jabatan
pastor paroki pun dijalankan secara rangkap oleh Rektor Seminari Ledalero yang
juga merupakan Ketua STFK Ledalero,” catat Pater Gregorius Sabon Kai Luli SVD
dalam sejarah Paroki Wairpelit.
![]() |
Pastor Paroki Pater Goris Sabon SVD bersama umat di depan gereja baru. (Foto: Google) |
Berhubung karya pelayanan sebagai pastor paroki
sangat berat, tugas ini kemudian dilimpahkan rektor kepada imam-imam tertentu
di Ledalero. Kapel yang dibangun Ledalero untuk para karyawan dan karyawatinya
pun dipinjamkan kepada umat Paroki Wairpelit. Umat tidak perlu lagi beribadah di
Kapel Agung. Meskipun begitu, kantor dan pegawai sekretariat paroki tetap
tergabung di Seminari Ledalero. Pastor Paroki juga demikian, kamar tidur dan
kamar makannya tetap berada di Seminari Ledalero.
“Berdasarkan kisah ini, kita lantas tahu bahwa perkembangan
hidup menggereja umat Paroki Wairpelit sangat dipengaruhi Seminari Ledalero.
Dalam banyak aspek, Seminari Ledalero selalu menyiapkan tenaga dan fasilitas penunjang
agar roda kehidupan paroki ini terus berputar,” ungkap Nong Susar.
Apabila banyak orang membaca realitas ini sebagai
bentuk pemanjaan terhadap umat Paroki Wairpelit, Nong Susar justru melihatnya
secara lebih positif. Dengan tegas dia menolak ungkapan “umat
dimanjakan” dan cenderung memilih membahasakan realitas ini dengan ungkapan
“umat di-serba-mudahkan”. Alasan dia, umat Wairpelit memiliki beragam
sumber daya yang sebetulnya bisa menunjang kehidupan berparoki. Namun, lantaran
kebutuhan umat selalu tersedia di Seminari Ledalero, mereka menggunakan apa yang
sudah tersedia tersebut.
“Lagipula Seminari Ledalero tidak pernah
memanjakan siapa-siapa,” tegasnya. Malahan sebaliknya, sambung dia,
“lembaga pendidikan calon imam misionaris SVD tersebut selalu berjuang
memberdayakan umat agar mampu menghidupi rumah tangga paroki mereka sendiri”.
Pernyataan Nong Susar ini diperkuat oleh beberapa
perubahan mendasar yang disaksikannya di Paroki Wairpelit selama beberapa tahun
terakhir. Menurut dia, umat Wairpelit telah sunguh-sungguh mampu menjalankan semangat
kemandirian mereka. Kemandirian tersebut melingkupi banyak aspek kehidupan
berparoki, terutama aspek kerohanian.
“Dulu, hampir semua urusan rohani di Paroki
Wairpelit dijalankan atas campur tangan Seminari Ledalero. Katekese di KUB,
misalnya, hanya bisa berjalan kalau dipandu para frater dari Ledalero. Namun
akhir-akhir ini, tanggung jawab memandu katekese mulai dialihkan kepada umat,
dan ternyata mereka bisa. Demikian juga kalau ada latihan kor atau praktik doa
devosional, umat sudah semakin mandiri,” kata Nong Susar.
Namun, Nong Susar tidak bisa memungkiri realitas
bahwa kemandirian pada bidang religius belum sebanding dengan kemandirian pada
bidang kehidupan berparoki lainnya. Umat Paroki Wairpelit, kata Nong Susar,
“sedang mengalami kendala pada bidang
ekonomi, sosial, politik, intelektual, budaya, kepemimpinan dan lain-lain”.
“Setiap paroki memiliki standar kemandiriannya
masing-masing dan tidak bisa disamakan satu terhadap yang lain. Kerelaan umat
untuk memberi derma pada hari Minggu, contohnya, tidak bisa disejajarkan antara
Paroki St. Thomas Morus dengan Paroki Wairpelit. Mata pencaharian dan tingkat
penghasilan mereka berbeda. Paroki Wairpelit mesti dibandingkan dengan umat
dari paroki lain yang memiliki tingkat penghasilan yang sama. Dan dari
perbandingan tersebut, hemat saya, Wairpelit masih jauh lebih baik,” katanya.
Nong Susar lantas menghubungkan pendapatnya ini
dengan semangat kemandirian umat Paroki Wairpelit untuk mendirikan sebuah
gedung gereja baru. Bagi Nong Susar, pembangunan ini merupakan satu dari sekian
banyak prestasi yang berhasil diraih umat Paroki Wairpelit selama 50 tahun
usianya ini.
“Pada sebuah proses pembangunan, donatur tentu
harus ada, termasuk juga pemerintah. Namun, modal terbesar dalam pembangunan gereja
ini berasal dari kerelaan umat Wairpelit untuk menyumbangkan segala pemenuhan
kebutuhan. Jika demikian, apa lagi yang masih kurang? Kita hanya perlu
meningkatkan keterbukaan hati dan semangat kita untuk memberi,” ajaknya.
Pemberdayaan Umat: Pemberdayaan
Masyarakat
Umat Allah, dalam konsep Nong Susar, adalah juga
warga negara. Karena itu, umat Paroki Wairpelit serentak memiliki dalam dirinya
sendiri status sebagai warga Kabupaten Sikka. Konsekuensi logisnya adalah
memberdayakan umat Paroki Wairpelit sama artinya dengan memberdayakan warga Kabupaten
Sikka.
Mengingat sasaran pemberdayaan tersebut sama, maka
pemerintah dan Gereja semestinya menjalin kerja sama yang sinergis dalam menata
peradaban. “Dan Pemerintah Kabupaten Sikka patut berterima kasih kepada Gereja
Wairpelit yang teguh berjuang dan bersedia membuka diri mendukung
program-program pemerintah,” ungkap Nong Susar. “Upaya Gereja Wairpelit untuk
meningkatkan kualitas hidup umat merupakan sumbangan paling penting dalam kerja
sama dengan Pemkab Sikka,” lanjutnya.
![]() |
Paolus Nong Susar |
Dari sisi pemerintah, Nong Susar menuturkan
beberapa program yang sudah dan sedang dijalankan di wilayah Paroki Wairpelit. Pertama, pemerintah membantu
meningkatkan kualitas hidup rohani umat Paroki Wairpelit. Berkaitan dengan hal
ini, pemerintah antara lain menyediakan dana rutin bagi pembangunan dan
pemeliharaan gedung gereja.
Kedua, pemerintah
berperan aktif dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, baik
melalui lembaga pendidikan formal maupun non formal. Beberapa sekolah yang
berada di wilayah Paroki Wairpelit selalu mendapat sumbangan dana pendidikan
ini.
Ketiga, pada
bidang ekonomi, pemerintah berjuang meningkatkan kualitas hidup petani
Wairpelit dengan mengadakan pendampingan berkesinambungan terhadap proses kerja
mereka. Usaha pertanian dan perkebunan, misalnya, senantiasa mendapat perhatian
pemerintah sejak tahap pembibitan sampai dengan tahap penjualan.Selain itu,
pemerintah juga turun tangan mendampingi usaha kelompok petenun dan menyediakan
alat pengolahan makanan hewan bagi para peternak.
“Upaya pemberdayaan yang dilakukan pemerintah
dalam meningkatkan kemandirian hidup umat Paroki Wairpelit sebenarnya tidak terbatas
pada ketiga hal di atas. Upaya pemberdayaan tersebut juga mencakup bidang
politik, sosial, kebudayaan, keamanan dan sebagainya. Semuanya itu menggambarkan
bahwa Pemerintah Kabupaten Sikka selalu ada bersama umat Paroki Wairpelit,”
katanya.
Saran dan Harapan
Usia Paroki Wairpelit yang kini sudah memasuki
tahun ke-50 sesungguhnya bukan sebuah usia yang muda lagi. Tapak demi tapak
perziarahan hidup telah dilewati. Bermacam-macam pengalaman suka dan duka
kehidupan menggereja pun sudah dirasakan. Umat Paroki Wairpelit patut merayakan
momen perziarahan yang penuh rahmat ini.
Namun, usia 50 tahun yang dirayakan pada tahun ini
bukanlah garis akhir sebuah perjalanan. Perayaan emas tidak mutlak dimaknai
sebagai puncak embara kawanan umat menuju Rumah Allah. Perayaan emas, catatPater
Gregorius Sabon Kai Luli SVD, “merupakan kesempatan untuk belajar berdiri”.
Kita pun menjadi insaf, bahwa usia 50 tahun hanyalah momen persinggahan dari bentang
ziarah nan panjang. Persinggahan ini sekaligus menjadi kesempatan kula babong – duduk melingkar dan
mengevaluasi diri, sambil merancang program baru untuk kehidupan yang akan
datang.
“Umat Paroki Wairpelit mesti terus berjuang untuk
meningkatkan kemandirian hidup berparoki,” tutur Nong Susar. Kemandirian
tersebut, sambung dia, “bukan saja secara spiritual, tetapi juga secara
ekonomi, sosial, politik, intelektual, budaya, kepemimpinan dan aspek-aspek
kehidupan menggereja lainnya”.
Menurut Nong Susar, kemandirian pada bidang
spiritual mesti diintegrasikan puladengankemandirian pada aspekkehidupanmenggereja
lainnya. Perkembangan positif pada bidang hidup rohani yang selama ini sudah
menginspirasi banyak umat dari paroki lain semestinyadiimbangi pula dengan
perkembangan pada aspek lain. Sebab hanya melalui cara tersebut iman umat
Paroki Wairpelit menjadi sungguh-sungguh hidup.
Demi menunjang hal tersebut, “perlu ada kerja sama
sinergis antara lembaga agama, pelaku pemerintahan dan umat/masyarakat,” kata
Nong Susar. Kerja sama itu diperkuat
juga dengan sikap saling terbuka, saling menghormati, saling percaya, jujur dan
bertanggung jawab. “Boleh menyampaikan kritik, asalkan sifatnya membangun dan
menyertakan solusi,” sambungnya.
Nong Susar yakin bahwa jika unsur-unsur itu sudah
dijalankan, kehidupan menggereja umat Paroki Wairpelit akan menjadi lebih baik
lagi. Dengan demikian, Paroki Wairpelit sebagai Betlehem van Maumere akan semakin banyak melahirkan inspirasi baru
bagi pengembangan hidup umat beriman. Inspirasi tersebut bukan saja sebatas hal-hal spiritual,
tetapi melingkupi seluruh bidang kehidupan.
Ucapan Selamat
Pada ujung perbincangan kami petang itu, Wabup
Paolus Nong Susar menyampaikan ucapan selamat kepada pastor dan segenap umat
Paroki Wairpelit yang pada 1 Mei 2017 ini merayakan usia emas paroki. Atas nama
pemerintah dan keluarga, Nong Susar menyampaikan “proficiat dan selamat berbahagia bagi pastor dan segenap lapisan
umat. Jadikan momen ini sebagai kesempatan berbenah diri, menuju Paroki
Wairpelit yang semakin mandiri”.
Setelah menghabiskan segelas teh hangat bersama
Wabup Nong Susar, saya pun mohon diri untuk pulang ke Wairpelit. Tanpa sungkan,
Nong Susar mengantar saya hingga gerbang, melintasi halaman rumahnya yang cukup
luas. Sambil mengunci pengait tali helm, saya pun bergumam sendiri, “betapa
bahagianya umat Paroki Wairpelit memiliki Wabup seperti Nong Susar”.
Ah, selamat
ulang tahun Wairpelit. Semoga engkau benar-benar seperti Betlehem, wilayah
pinggiran tempat segala hal baik dilahirkan. (Oleh Yovan Rante, SVD)
Komentar
Posting Komentar